Jurnalis, penulis dan editor Bacaan
RINAI hujan membasuh sebagian Daerah Jakarta Di Minggu (30/6/2024) malam, Di saya rampung mendaras novel “Rindu Tak Ada Ujung” karya Acidalia El Muqiit Kantiana S Patramijaya yang karib disapa Asel. Sekira dua menit berselang, guntur bersahutan mengiring hujan deras bergemuruh.
baca juga: Bacaan Bermutu Indonesia Ramaikan Frankurt Book Fair, Pameran Bacaan Terbesar Dunia
Imaji saya seperti masuk kembali Ke Di kisah yang ditulis anak kandung pengacara Patra M Zen ini. Saya membayangkan betapa tabah, sabar, dan sanggupnya Mahira sebagai tokoh utama (protagonis) Di novel ini Berjuang Bersama kehidupan dan pergolakan batinnya Di usia remaja Ke bangku sekolah menengah pertama (SMP). Bagaimana tidak, Mahira mampu berdamai Bersama hatinya.
Jika sekilas membaca judul novel ini, pembaca Mungkin Saja berpikir novel ini Akansegera bercerita ihwal dunia percintaan (remaja). Nyatanya kala novel ini diselami lebih Di, maka pembaca Akansegera mendapati betapa Asel ingin Menunjukkan kehidupan remaja – Lewat sudut pandang Mahira – Ke bangku SMP penuh intrik, trik, dan penuh tindakan eksentrik Di bentuk perundungan (bullying). Sebab, bila perundungan Dikatakan tak eksentrik atau Dikatakan wajar, maka kehidupan seorang anak usia remaja atau usia berapapun Akansegera dikejar-kejar dan dihantui trauma mental.
Hebatnya, Asel berhasil mengisahkan dan memotret dinamika, realita, dan problematika remaja Ke lingkungan sekolah dan Rumah, khususnya Yang Berhubungan Bersama Bersama perundungan (bullying), bagaimana remaja mengelola Kesejaganan mental Ke manapun, kapanpun, dan bagaimanapun Kebugaran/suasana hati, hingga agar remaja mampu berdamai Bersama hatinya dan masa lalunya.
Untuk saya, yang paling signifikan juga adalah Asel mampu bertutur secara Datang menggunakan tuturan atau gaya berbahasa kalangan remaja. Nilai lebih berikutnya Bersama novel ini yakni keberanian penerbit Memperkenalkan ilustrasi Ke setiap halaman. Ilustrasinya pas, tepat, dan eye catching. Agar, tak membuat pembaca bosan dan pembaca Memperoleh perspektif yang lengkap.
Asel pun berhasil membawa para pembaca masuk Ke Di alur cerita. Utamanya, menyelami dan membaur kehidupan remaja Ke lingkungan sekolah dan Rumah – Lewat sosok Mahira –, bagaimana sikap Mahira Di perundungan yang ia terima Bersama Adriana (tokoh antagonis), hingga sikap siswa/siswi maupun sekolah atas perundungan yang dialami Bersama Mahira dan dilakukan Bersama Adriana.
Bukan hanya itu. Asel mampu menceritakan adanya geng Ke kalangan remaja hingga mengapa atau alasan Adriana melakukan perundungan. Sosok Adriana, ibarat potret yang tergambar jelas Di penggalan lirik lagu “Darah Muda” karya Rhoma Irama. Darah muda darahnya para remaja/Yang selalu merasa gagah/Tak pernah mau mengalah/Masa muda masa yang berapi-api/Yang maunya Mendominasi sendiri/Walau salah tak peduli/Darah muda.
Novel “Rindu Tak Ada Ujung” sangat Menarik Perhatian dan sangat layak dibaca Bersama berbagai kalangan. Terkhusus remaja usia SMP maupun SMA, sekolah, dan orang tua. Mengapa? Lewat novel ini, para remaja, sekolah, dan orang tua dapat Memutuskan pelajaran, Ke antaranya yakni bagaimana cara menyikapi perundungan yang dialami remaja khususnya Ke sekolah maupun bagaimana agar remaja bisa mengelola Kesejaganan mental Ke manapun, kapanpun, dan bagaimanapun Kebugaran/suasana hati.
Novel ini turut menjadi pengingat dan alarm Untuk para remaja, sekolah, orang tua, dan lingkungan Di bahwa perundungan masih terjadi dan dialami anak remaja usia sekolah. Juga menjadi pengingat dan alarm Untuk kita semua agar terus “melawan”, meminimalisir, dan mencegah Aksi Ketidak Setujuan perundungan Ke mana dan kapanpun.
Apa pasal? Tentu kita tak ingin mendengar lagi informasi atau berita tentang anak yang rusak jiwa dan mentalnya atau mengisolasi diri Bersama kehidupan sosialnya atau mengakhiri hidupnya akibat tak Konsisten dirundung. Ada banyak tamsil.
Di Juni 2024 saja, geger Ke jagat maya tentang korban NFN (perempuan, 18) yang merupakan siswi kelas sekolah menengah kejuruan (SMK) Ke Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat Merasakan gangguan kejiwaan hingga berujung meninggal dunia yang disebabkan dugaan perundungan yang dialami korban Pada tiga tahun.
Sebelumnya Itu, Februari dan Maret 2024, publik dibuat gempar Bersama Perkara Hukum Hukum dugaan perundungan disertai Bersama Tindak Kekerasan fisik yang menimpa korban A (laki-laki, 17), siswa SMA Binus School Serpong, Tangerang Selatan, Banten. A diduga dirundung Bersama 12 siswa SMA Binus School Serpong yang tergabung Di “Geng Tai”.
baca juga: Peringati Hari Bacaan Nasional, MNC Peduli Bagikan Bacaan Ke Taman Anak Pesisir
Bersama 12 siswa itu, Ke antaranya diduga ada anak pesohor atau public figure. Berdasarkan hasil visum et repertum yang dilakukan pihak Kepolisian, A menderita luka memar Ke leher, luka lecet Ke leher, luka bekas sundutan rokok Ke leher Pada Dibelakang, dan luka bakar Di tangan kiri. Ke Di Itu, dampak psikologis juga dialami A berupa ketakutan, perasaan tertekan, dan Tekanan berat.
Apakah kabar berita seperti dua contoh Ke atas tak mengiris dan menyayat hati kita? Bersama Sebab Itu, novel “Rindu Tak Ada Ujung” menjadi penegas Untuk kita semua, bahwa bullying atau perundungan – apapun bentuknya, siapapun pelakunya, dan bagaimanapun caranya – haruslah dihentikan. Stop bullying! Hentikan perundungan!
Novel ini turut juga Menyediakan ibrah bahwa para guru Ke lingkungan sekolah dan orang tua Ke lingkungan keluarga tak boleh abai Bersama segala peristiwa yang dihadapi dan dialami remaja, terkhusus Di konteks novel ini adalah Ke lingkungan sekolah.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Berdamai Bersama Hati, Mengelola Kesejaganan Mental Remaja