Jakarta –
Singapura melaporkan jumlah kematian demam berdarah dengue (DBD) Menimbulkan Kekhawatiran dua kali lipat dibandingkan 2023. Sebanyak 13 orang meninggal Di paruh pertama 2024.
Angka Bersama data pengawasan demam berdarah terbaru Badan Lingkungan Hidup Nasional (NEA), yang diterbitkan Rabu (24/7/2024), Menunjukkan enam orang meninggal Di April hingga Juni.
Tujuh kematian dilaporkan Di kuartal pertama tahun ini. Singapura mencatat enam kematian akibat demam berdarah Di tahun lalu dan 19 kematian Di 2022, ketika terjadi wabah demam berdarah.
Lebih Bersama 10.100 Tindak Kejahatan telah dilaporkan sepanjang tahun ini, melebihi jumlah total yang tercatat sepanjang 2023.
Catatan tersebut terlampaui Tindak Kejahatan Di minggu 14 Juli hingga 20 Juli, ketika 236 Tindak Kejahatan dilaporkan. Bila melihat Gaya, Tindak Kejahatan demam berdarah cenderung mencapai puncaknya Di bulan Mei hingga Oktober.
Menurut laporan NEA, terdapat 4.090 Tindak Kejahatan demam berdarah Di kuartal kedua tahun ini, turun 20,8 persen dibandingkan tiga bulan Sebelumnya.
Hasil pengujian sampel positif demam berdarah Di bulan April dan Juni Menunjukkan bahwa Patogen demam berdarah serotipe 2 (DENV-2) menyumbang 52,2 persen Bersama total Penyakit Menyebar. Diikuti Dari DENV-3, sebesar 33,2 persen.
Di kuartal terakhir, NEA mengidentifikasi 432 klaster, turun 16 persen dibandingkan tiga bulan pertama tahun ini. Bersama 432 klaster, 360 klaster ditutup Di periode yang sama.
NEA juga mendeteksi Di 4.800 habitat perkembangbiakan nyamuk Di kuartal kedua, penurunan sebesar 5 persen dibandingkan tiga bulan Sebelumnya.
“Pada ini terdapat Pertumbuhan nyamuk Aedes yang tinggi Di Singapura,” kata Associate Professor Christina Liew, ahli entomologi medis Di NEA.
Salah satu cara pemerintah menurunkan Pertumbuhan nyamuk Aedes adalah Melewati Project Wolbachia.
Melewati proyek ini, nyamuk jantan yang membawa bakteri Wolbachia dilepaskan Sebagai kawin Bersama nyamuk betina dan telur-telur yang dihasilkan tidak menetas.
Tetapi hal ini bukanlah ‘silver bullet’ atau alat pengendalian darurat Di kelompok demam berdarah, kata Assoc Prof Liew.
Di tanggal 24 Juli, terdapat 70 klaster demam berdarah, Bersama 12 klaster Memiliki 10 Tindak Kejahatan atau lebih. Terbesar Di Jurong West Bersama 107 Tindak Kejahatan, sedangkan yang kedua Di Jalan Benoi mencatat 49 Tindak Kejahatan.
Ketika ditanya apakah ada Wacana Sebagai memperluas proyek tersebut, yang Pada ini mencakup 35 persen Rumah tangga Di Singapura, Assoc Prof Liew mengatakan kepada CNA bahwa Proyek Wolbachia adalah Inisiatif yang stabil dan Eksperimen yang kuat perlu dilakukan.
“Kami selalu mengatakan bahwa Wolbachia adalah alat yang saling melengkapi,” katanya. “Ini bukanlah sesuatu yang Akansegera diterapkan Di area darurat wabah.”
Proyek ini telah Menunjukkan hasil yang menjanjikan, tambahnya.
NEA mengatakan awal tahun ini bahwa Dari dimulainya Proyek Wolbachia Di 2016, mereka telah Memperhatikan hasil positif Di seluruh lokasi Eksperimen.
Telah terjadi pengurangan lebih Bersama 90 persen Pertumbuhan Aedes aegypti Di Bukit Batok, Choa Chu Kang, Tampines dan Yishun.
Data Bersama 2019 hingga 2022 juga Menunjukkan bahwa penduduk yang tinggal Di Lokasi yang sudah pernah dibebaskan setidaknya Di satu tahun, Memiliki kemungkinan 77 persen lebih kecil Sebagai tertular demam berdarah.
“Proyek ini sangat bagus dan benar-benar berhasil,” kata Assoc Prof Liew.
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Kasusnya Ngegas, Kematian DBD Singapura Naik 2 Kali Lipat Dibandingkan Tahun Lalu