Madina –
Ke Kabupaten Mandailing Natal (Madina), ada satu sungai yang ikannya tidak boleh diambil sembarangan. Namanya Lubuk Larangan. Ada mitos yang dipercaya warga.
Lubuk Larangan itu tidak sepanjang aliran sungai biasa. Ada areal-areal tertentu yang ditetapkan sebagai Lubuk Larangan. Karena Itu, Komunitas yang ingin Membahas ikan Ke luar areal Lubuk Larangan itu tetap diperbolehkan.
Konon, Komunitas yang diam-diam Membahas ikan Ke areal sungai yang telah dilarang itu Berencana terkena Gangguan.
Dikutip Bersama laman resmi Kemendikbud, areal Lubuk Larangan ini sudah disepakati Bersama Komunitas bersama lembaga adat. Ke tempat yang telah disepakati tersebut, dilarang Sebagai Membahas ikan.
Panen ikan Ke Lubuk Larangan ini biasanya dilakukan Di waktu tertentu. Ada yang dua kali Untuk setahun dan ada pula yang sekali Untuk setahun, sesuai kesepakatan Komunitas Ke Daerah tersebut.
Di hari-hari besar, seperti momen Hari Raya Idul Fitri misalnya, Lubuk Larangan itu Berencana dibuka. Komunitas yang pulang Bersama perantauan biasanya Berencana sangat antusias Bersama dibukanya Lubuk Larangan.
Panen dilaksanakan secara bersama Bersama Komunitas, baik tua, muda dan sebagainya. Di Di panen ikan, Komunitas Berencana menjadikannya sebagai sebuah pesta rakyat.
Malahan ketika melaksanakan panen pun ada aturan yang disepakati bersama, seperti tidak boleh menggunakan jala yang melebihi lebar sungai, tidak boleh menebarkan racun dan beberapa aturan lainnya.
Sesudah masa panen selesai, maka Lubuk Larangan Berencana ditutup kembali Bersama pembacaan surah Yaasin dan pengucapan sumpah yang dibacakan Bersama kepala desa setempat.
Ada Hukum Adat yang Mengatur
Ada hukum adat yang telah disepakati bila terjadi Kartu Kuning atau Membahas ikan Ke Lubuk Larangan tersebut, yaitu membayar denda adat berupa selemak manis, atau mengganti Bersama seekor kerbau, kambing dan lain sebagainya.
Berencana tetapi yang paling ditakuti Bersama Komunitas adalah hukuman adat yang disebabkan Bersama sumpah nenek moyang mereka yang dikenal Bersama disumpah adat atau Biso Kawi yang berbunyi ‘Ke bawah Idak Berakar, Ke atas Idak Bepucuk, Ke Di-Di Ditebuk Kumbang’.
Ucapan itu berarti ‘ibarat hidup yang tidak berguna, sepanjang hidupnya Berencana terkena musibah’. Malahan, hal tersebut Berencana menjadi gunjingan atau pembicaraan Ke Di Komunitas.
Lubuk Larangan Memiliki fungsi yang sangat beragam, yaitu menjaga kelestarian hutan, air, tanah serta melestarikan adat istiadat setempat. Lubuk Larangan pun dapat bernilai secara ekonomis dan menjadi perekat kebersamaan dan kegotongroyongan Komunitas setempat.
——-
Artikel ini telah naik Ke detikSumut.
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Ikan Ke Sungai Ini Tak Boleh Diambil Sembarangan, Ada Mitosnya