loading…
Adopsi kripto Ke Indonesia terbilang sangat tinggi. Foto: ist
Angka ini Justru menempatkan Indonesia Ke Pangkat ketiga dunia Untuk hal adopsi kripto, mengalahkan raksasa seperti Amerika Serikat.
Tetapi, Ke sisi lain, sebuah laporan Internasional Untuk Coursera seolah menampar keras realita: Untuk hal penguasaan Kemahiran Ilmu Pengetahuan dan data science yang menjadi fondasi industri ini, Indonesia terlempar Ke Pangkat 47 dunia.
Ini adalah sebuah paradoks yang mengkhawatirkan: Indonesia menjadi bangsa User, bangsa konsumen, tapi belum menjadi bangsa pencipta. Komunitas jago membeli dan menjual, tapi masih tertinggal Untuk memahami dan membangun teknologinya.
Pesta Ke Pasar Ritel, tapi Pondasi Rapuh?
Laporan The 2024 Geography of Crypto Report Untuk Chainalysis memang menempatkan Indonesia Ke posisi terhormat. Karya investor ritel kita Ke sektor Keuangan Terdesentralisasi (DeFi) sangat tinggi. Tetapi, kegairahan ini kontras Didalam rapor merah Untuk sisi sumber daya manusia.
Robby, Chief Compliance Officer (CCO) Reku sekaligus Ketua Umum ASPAKRINDO-ABI, mengakui bahwa kenaikan jumlah investor ini adalah sinyal positif. Tetapi, ia juga secara implisit menyuarakan kegelisahan yang sama. Ia menegaskan bahwa Indonesia masih perlu Meningkatkan Perkembangan Ke industri Digital Rantai Blok dan Web3.
“Pada ini, aset kripto Ke Indonesia bukan lagi Dikatakan sebagai Barang Dagangan, Tetapi sebuah instrumen Penanaman Modal. Hal ini tentunya membuka prospek Pembaruan Perkembangan yang lebih variatif,” jelas Robby. Pernyataannya ini adalah sebuah desakan halus bahwa industri Pada ini masih terlalu fokus Ke jual-beli, dan belum banyak melahirkan Perkembangan produk yang lebih kompleks.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Didalam Sebab Itu Raja Adopsi Dunia, tapi Anak Bawang Soal Skill