Jakarta –
Batik Marunda lahir Di tangan-tangan terampil ibu-ibu Rumah tangga Hingga Rusunawa Marunda, Jakarta Utara. Menjadi identitas Terbaru khas Jakarta Utara.
Batik Marunda Memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri. Yakni penggabungan motif flora juga fauna. Motif-motif tersebut diambil Di flora dan fauna yang ada Hingga Di Jakarta, salah satunya motif wedelia seruni atau seruni rambat Hingga Taman Ayodya.
Selain motif-motif flora dan fauna, batik Marunda juga Memiliki motif lain layaknya bangunan-bangunan yang ada Hingga Jakarta seperti Jakarta International Stadium (JIS), Monumen Nasional (Monas) atau kekhasan Betawi lain, seperti penari topeng.
Koordinator Produksi Batik Marunda, Mulyadi, mengatakan secara keseluruhan motif yang dimiliki Dari batik Marunda itu mencapai puluhan dan tentunya bervariasi.
“Banyak sih kalau dihitung-hitung kira-kira 50 lebih mah ada sih, saya nyatetin aja ada lebih (motif),” kata pria yang akrab disapa Mul Di perbincangan Bersama detikTravel, Jumat (5/7/2024).
Kendati sama-sama muncul Hingga Jakarta, batik Marunda berbeda Bersama batik Betawi. Perbedaan kedua batik itu terletak Ke motif dan penggunaan warna yang dipakai.
Mul mengatakan jika batik Betawi biasa menggunakan warna yang cerah sedangkan Batik Marunda menggunakan warna-warna yang gelap.
“Yang membedakan batik kita Bersama batik Betawi kalau batik Betawi dia kan cerah, kalau batik Marunda lebih Hingga kaya warna-warna gelap. Kayak merahnya merah maroon, orangenya agak tua gitu, birunya biru dongker,” kata Mul.
Batik Marunda diproduksi Hingga Rusunawa Marunda Blok A 10 dan berada tepat Hingga lantai dasar.
Dari 2014
Mul menceritakan batik Marunda Terbaru berumur satu dekade, tepatnya Dari 2014. Batik itu diawali Di Inisiatif pembinaan yang diinisiasi Dari Iriana, ketika Joko Widodo masih menjabat sebagai Gubernur Jakarta Ke 2013.
“Batik Marunda itu Di tahun 2014 waktu itu kita Di Dekranasda tuh pelatihan, pelatihannya berjenjang tiga bulan kelar terus tiga bulan ada lagi. Sesudah itu kita berjalan dan udah diperkenalkan gitu,” kata Mul.
Di pembinaan itulah kini pembuat batik Marunda Hingga rusun mencapai 10 orang.
Biasanya Sebagai kain batik Bersama motif yang rumit perlu waktu hingga dua minggu pengerjaannya, seperti motif pinisi. Akan Tetapi Bagi salah satu pecanting Batik Marunda, Saras, menyebut Di satu hari bisa menorehkan malam Hingga Di lima kain yang nantinya Akansegera Melewati proses Lanjutnya Sebagai menjadi kain batik yang cantik.
“Kalau saya itu bisa lima, bisa juga enam,” kata dia.
Di setiap cairan malam yang ia goreskan Di sebuah kain itu berbagai motif, tak ada motif andalan pelanggan yang spesial. Di pemaparannya setiap motif Batik Marunda ini laku secara pemasaran Dari Sebab Itu setiap hari ia bisa mencanting berbagai motif Batik Marunda.
“Cuma yang sering kita canting semua pesanan itu pasti semua motif, beragam sih maksudnya nggak selalu monoton satu motif,” kata Saras.
Batik Marunda merupakan batik yang dikerjakan semuanya menggunakan tangan atau yang dikenal juga Bersama batik tulis. Saras menyebut batik Marunda Memiliki kekhasan kendati motifnya sama tapi yang mencantingnya berbeda orang maka hasilnya pun Akansegera Memiliki perbedaan.
“Semuanya dikerjakan Bersama tangan Dari Sebab Itu setiap motif yang kita kerjakan itu pasti beda Sebab biar satu gambar, satu motif tangan kita tuh beda. Dari Sebab Itu satu kreasi orang itu nggak semua sama Dari Sebab Itu kita tahu ‘oh ini motifnya yang ngerjain Ibu Misrida atau oh ini cantingannya Bu Saras,” kata dia.
Rata-rata ukuran kain yang dicanting Dari para ibu-ibu Hingga Rusunawa Marunda ini Di 2,5 meter. Proses membatik Sebagai batik Marunda juga sama seperti proses batik lainnya, mulai Di menjiplak gambar, mencanting, Menyediakan warna, lorot atau menghilangkan malam Ke kain hingga menjemurnya,
Sesudah itu, kain batik Marunda pun siap Sebagai dipasarkan. Saras menyebut harga satu kain batik Marunda berada Hingga kisaran 1,5 juta Uang Negara Indonesia.
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Batik Marunda Identitas Terbaru, Lahir Di Goresan Tangan Ibu-ibu Hingga Rusunawa