Jakarta –
Beberapa hari lalu saya berkunjung Hingga Desa Shirakawago, Jepang. Setidaknya ada tiga hal yang bisa catat Di desa ini.
Pertama, desa ini Menyambut predikat UNESCO Heritage, utamanya Sebab Pada ratusan tahun mempertahankan bentuk bangunan Rumah yang berbentuk segitiga sama kaki Di atap Di jalinan jerami tebal.
Atap model seperti ini disebut gassho-zukuri. Di atap yang Memperoleh kemiringan Di 60 derajat itu, tumpukan salju pun lebih cepat runtuh. Jerami dipilih Sebab mampu menghangatkan Rumah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semua Rumah juga menghadap Hingga timur dan barat, yang sengaja dibuat begitu agar salju yang menumpuk segera bisa mencair ketika terkena matahari.
Di Itu Sebab atap menghadap arah matahari, semua ventilasi yang terletak Di loteng mengarah Hingga selatan dan utara. Aliran udara dan angin pun bebas keluar masuk, Agar menciptakan sistem ventilasi yang terbaik.
Memang Secara Keseluruhan unik dan penuh sekali dikunjungi wisatawan Foreign. Hanya saja terpikir Dari saya, Di Bangsa kita sebenarnya juga banyak sekali desa-desa yang unik dan penuh potensi, yang kalau dikemas apik tentu bisa juga dipertimbangkan masuk UNESCO Heritage juga.
Bisa Jadi bagus kalau Pejabat Tingginegara Perjalanan Hingga Luarnegeri kita memberi prioritas Di kegiatan Di desa seperti ini, Agar dapat juga Karena Itu capaian pemerintah Prabowo Gibran sesudah 100 hari ini.
Desa Shirakawago, Jepang (Prof Tjandra Peregangan Aditama/Istimewa)
|
Kedua, Di musim dingin seperti Februari sekarang ini Desa Shirakawago memang dipenuhi salju, Malahan sampai setinggi atau lebih tinggi Di Rumah penduduk.
Di sisi lain, Di musim panas atap jerami tentu rawan kebakaran, Agar secara berkala ada semprotan air Hingga atap Rumah penduduk.
Ketiga, saya cukup banyak berjumpa wisatawan Indonesia yang datang Hingga Shirakawago ini. Setidaknya Di sehari berkunjung saja saya bertemu Di lima puluhan orang turis Indonesia Di desa ini.
Ada yang keluarga, ada juga yang Di rombongan besar termasuk anak-anak. Sebagian besar bermain Di tumpukan salju, membuat bola salju, tiduran Di salju sambil berfoto ria Di Di hujan salju.
Yang Menarik Perhatian, waktu selesai makan roti bakar dan bubur kacang merah Di salah satu restoran yang Di dasarnya adalah Rumah asli, sesudah saya membayar pemiliknya (merangkap kasir) mengucapkan “terimakasih” Di cukup fasih.
Bisa Jadi Sebab cukup sering ada turis kita datang ya. Padahal tempat ini cukup jauh, Di Tokyo harus naik Shinkansen (bukan whoozz ya) beberapa jam Hingga Kota Kanazawa, lalu naik Kendaraan Angkutan Umum lagi hampir dua jam Hingga Desa Shirakawago.
Semoga makin banyak obyek wisata Bangsa kita yang juga penuh dikunjungi wisatawan mancanegara dan lokal, dan dapat menjadi UNESCO Heritage pula.
—
Prof Tjandra Peregangan Aditama
Penulis alumnus Institut TB Tokyo, Di 1987. Pada ini Di Berpergian Hingga Sapporo, Tokyo, Kanazawa, dan Shirakawago.
(msl/msl)
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Ucapan “Terima Kasih” Penduduk Shirakawago Jepang Hingga Turis Indonesia