loading…
Intensitas bencana hidrometeorologi yang Meresahkan dinilai bukan lagi sekadar Trend Populer alam, melainkan dampak langsung Di krisis lingkungan yang tak tertangani. FOTO/Dok.SINDOnews
Lembaga Kajian dan advokasi, Transisi Bersih menilai Kepuasan ini sebagai alarm keras Untuk pemerintah Sebagai segera menghentikan ketergantungan Di sektor ekstraktif yang menjadi pemicu utama kerusakan lingkungan dan Krisis Lingkungan.
Direktur Eksekutif Transisi Bersih, Abdurrahman Arum, menegaskan pemerintah tidak bisa lagi bersikap kompromistis Di target transisi energi yang longgar. Menurutnya, Indonesia harus segera menerapkan transisi energi yang berkeadilan dan berbasis langkah konkret.
“Tahun 2025 seharusnya menjadi titik balik. Kelompok Hingga akar rumput menanggung beban paling berat Di bencana ekologi, Sambil transisi energi masih terhambat Di Perjanjian PLTU batu bara, pemberian konsesi sawit yang berlebihan, serta buruknya tata kelola hilirisasi nikel. Kita butuh langkah nyata, bukan sekadar komitmen Hingga atas Kertas,” ujar Rahman Di keterangan tertulisa, Sabtu (27/12/2025).
Ia menegaskan deretan bencana ini merupakan konsekuensi logis Di lambannya transisi energi dan kuatnya ketergantungan Di industri ekstraktif. Kajian terbaru lembaga tersebut Di 2025 Menunjukkan ketimpangan besar Di keuntungan industri ekstraktif Di kontribusinya Di mitigasi iklim dan Keadaan Kelompok.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Rentetan Bencana Ekologis Di Sebab Itu Alarm Hentikan Ketergantungan Industri Ekstraktif











