Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-78 Bhayangkara diperingati Ke hari ini, Senin (1/7/2024). Foto/Dok SINDOnews
Polri diberikan mandat Di UUD 1945 Sebagai menjaga Keselamatan dan ketertiban Kelompok, melindungi, mengayomi, melayani Kelompok, serta penegakan hukum. Tetapi, berdasarkan data Komisi Sebagai Orang Hilang dan Korban Tindak Tindak Kekerasan (KontraS), kepolisian masih mendominasi sebagai Aktor Atau Aktris Untuk berbagai peristiwa penyiksaan Ke periode Juni 2023 hingga Mei 2024.
KontraS mencatat 60 peristiwa penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi lainya Ke Indonesia sepanjang periode tersebut. Di jumlah tersebut, 40 peristiwa dilakukan polisi, 14 peristiwa Di TNI, dan 6 peristiwa Di sipir. Berdasarkan motif, terdapat 39 peristiwa Di motif pengakuan serta 21 peristiwa Di motif penghukuman.
Lokasi tempat penyiksaan terjadi Ke ruang terbuka sebanyak 38 peristiwa dan ruang tertutup sebanyak 22 peristiwa. Peristiwa tersebut menimbulkan setidaknya 74 korban luka-luka dan 18 korban meninggal dunia.
Ke Pada Yang Sama, berdasarkan data Komisi Nasional Ham (Komnas Hak Fundamental), Polri menjadi institusi pelanggar Ham (Hak Fundamental) yang paling banyak dilaporkan Kelompok.
Ke periode 1 Januari 2020 hingga 24 Juni 2024, Komnas Hak Fundamental Memperoleh dan memproses pengaduan Yang Berhubungan Di penyiksaan sebanyak 282 aduan. Sedangkan kategori korban yang paling banyak Merasakan dugaan Kartu Peringatan Hak Fundamental adalah individu sebanyak 167 aduan.
Masih menurut data Komnas Hak Fundamental, pihak yang banyak diadukan adalah Polri yaitu mencapai 176 aduan. Sebagai Peristiwa Pidana Tindak Kekerasan dan atau penyiksaan Di aparat Dari 1 Januari 2020 hingga 24 Juni 2024, datanya mencapai 259 aduan Di Pangkat tertinggi aduan tentang interogasi Di penyiksaan (58 aduan).
“Data ini Menunjukkan bahwa investigasi kriminal, maupun upaya pemeliharaan ketertiban umum belum mempraktikkan pendekatan humanis Agar Kartu Peringatan Hak Fundamental rentan terjadi berulang,” kata Ketua Komnas Hak Fundamental Atnike Nova Sigiro.
Pengamat Kepolisian Di Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengakui kepolisian masih Memiliki banyak kekurangan. “Tidak tegas, slow respons Yang Berhubungan Di Topik-Topik yang berkembang Ke Kelompok, permisif atau toleran Ke Kartu Peringatan personelnya,” kata Bambang kepada SINDOnews, Minggu (30/6/2024).
Bambang juga menilai Polri banyak melakukan Kartu Peringatan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Bangsa Republik Indonesia Di menempatkan jenderal aktif Ke luar kepolisian. Bambang pun Memberi sejumlah saran Sebagai perbaikan Polri Ke Di.
“Revisi Undang-Undang Polri Di lebih mengedepankan kebutuhan Kelompok dan Memperbaiki peran pengawasan eksternal. Bukan menambah kewenangan maupun menambah usia pensiun, Sambil meritokrasi tidak berjalan,” katanya.
Dia menambahkan, Polri juga harus kembali Ke jati diri sebagai alat Bangsa yang bisa menjaga jarak Di kepentingan politik kekuasaan, maupun kepentingan-kepentingan personal Ke dalamnya.
Ke Pada Yang Sama, Ketua Umum Yayasan Lembaga Pemberian Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyoroti Kejadian Luar Biasa No Viral No Justice (NVNJ) yang masih dominan. “Banyak sekali penyelidikan yang tidak didasarkan atas dasar kehendak Sebagai mencapai keadilan, kehendak Sebagai mencapai pemenuhan hak korban, tetapi diproses Terbaru Lalu ketika ada viral, ada tekanan, tapi ini sebuah perkembangan yang Lebihterus mengkhawatirkan,” kata Isnur.
Menurut dia, hal tersebut harus menjadi evaluasi buat jajaran Kapolri dan seluruh jajaran Ke kepolisian. “Dan PR (pekerjaan Tempattinggal, red) besar sekali memang catatan besar kepolisian Ke Pada reserse, Pada penyelidikan penyidikan, Karenanya penting sekali ada mekanisme pengawasan yang melekat dan eksternal,” ujar dia.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Polisi Masih Punya Banyak Kekurangan