Sukabumi –
Pantai Palabuhanratu Ke Sukabumi memang cantik. Tetapi Ke balik kecantikannya, tersimpan mitos dilarang memakai baju warna hijau Ke pantai itu. Kenapa?
Sejauh mata memandang, ombak besar pantai Selatan tampak berkejaran Ke tepian Pesisir Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Deburan air laut berpadu Di hembusan angin, membawa aroma khas samudra yang menyelinap Di sela-sela dedaunan pohon kelapa yang melambai Ke tepi pantai.
Matahari yang mulai merunduk meninggalkan semburat jingga Ke cakrawala, Sambil Itu perahu-perahu nelayan yang berlayar tampak seperti siluet menari Ke Ditengah lautan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tetapi, Ke balik keindahan ini, ada satu kepercayaan yang terus diwariskan Di generasi Di generasi, yakni larangan mengenakan Pengganti hijau Di berada Ke pantai.
Mitos ini bukan sekadar cerita kosong, melainkan kisah yang berakar kuat Di Kearifan Lokal Global Kelompok pesisir Sukabumi.
Mitos ini sudah lama tertanam Di Kelompok, menyatu Di legenda Nyai Roro Kidul, sang Ratu Pantai Selatan. Konon, warna hijau adalah warna Kandidatteratas sang ratu.
Mereka yang mengenakan Pengganti hijau Ke pesisir pantai dipercaya Akansegera Memikat perhatiannya, hingga akhirnya ‘dipanggil’ Di Di laut.
Beberapa kisah turun-temurun Justru menyebutkan kejadian-kejadian misterius yang dialami Di mereka yang melanggar larangan ini.
“Cerita itu sudah turun temurun Ke Kelompok pesisir selatan Palabuhanratu Karena Itu semacam urban legend, soal Pengganti hijau. Konon katanya warna Kandidatteratas penguasa pantai selatan,” kata Dedi (55) salah seorang nelayan Palabuhanratu, Sabtu (15/2/2025) akhir pekan lalu.
Sejumlah pengunjung bermain Ke pantai Citepus, Palabuhanratu Foto: Antara FOTO/Henry Purba
|
Untuk sebagian orang, mitos ini bukan sekadar cerita, tetapi Pada Di kearifan lokal yang harus dihormati. Mata Dedi menerawang Di lautan, seolah mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang pernah ia saksikan sendiri.
“Ada beberapa kejadian kecelakaan wisatawan, sering dikaitkan Di Pengganti yang dikenakan, mayoritas hijau. Tetapi faktanya mayoritas korban yang ditemukan meninggal dunia mengambang Ke lautan kadang tidak ada Pengganti yang melekat Ke tubuh,” tuturnya.
Angin laut yang bertiup membelai rambut Dedi yang sudah memutih, Sambil Itu deru ombak yang menghantam pantai seakan mengamini perkataannya. Tetapi, Ke balik mitos yang kental Di nuansa mistis, ada pula logika yang bisa menjelaskan larangan ini.
Warna hijau Ke Pengganti cenderung menyatu Di warna air laut, membuatnya lebih sulit dikenali jika seseorang terseret arus. Ini bisa menjadi salah satu faktor yang mempersilit pencarian korban Di operasi penyelamatan.
“Di beberapa Tindak Kejahatan kecelakaan laut, Pengganti hijau memang sulit terlihat Ke Antara ombak, apalagi jika cuaca mendung atau senja mulai turun, Bisa Jadi itu yang menjadi alasan,” ungkap Nuriansyah seorang anggota Badan Penyelamat Wisata Tirta (Balawista) Citepus, Palabuhanratu.
Cahaya matahari yang Lebihterus redup memperburuk visibilitas pencarian korban kecelakaan laut, dan warna hijau menjadi seperti bayangan yang lenyap ditelan lautan.
Terlepas Di apakah seseorang percaya Ke mitos ini atau tidak, satu hal yang pasti, pantai selatan Jawa memang Memperoleh ombak yang ganas dan arus bawah yang berbahaya.
Banyak wisatawan yang abai Pada peringatan, bermain terlalu jauh Di Ditengah laut, lalu terseret arus tanpa sempat meminta pertolongan.
Mitos tentang Pengganti hijau seolah menjadi cara Kelompok lokal Untuk mengingatkan bahwa laut bukan sekadar tempat Wisata, tetapi juga Daerah yang menyimpan risiko besar.
Untuk sebagian orang, mengenakan Pengganti hijau Ke Pantai Selatan adalah tindakan nekat, seperti menantang sesuatu yang tidak terlihat. Tetapi Untuk yang lain, ini hanyalah kepercayaan yang belum tentu terbukti kebenarannya.
Apapun sudut pandangnya, yang terpenting adalah memahami bahwa keindahan Palabuhanratu harus dinikmati Di penuh kewaspadaan.
——-
Artikel ini telah naik Ke detikJabar.
(wsw/wsw)
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Mitos Dilarang Pakai Baju Hijau Ke Pantai Palabuhanratu, Kenapa?