Akademisi Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta, Dr Amir Mahmud. FOTO/IST
Akademisi Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta, Dr Amir Mahmud menjelaskan, eksistensi HTI belum sepenuhnya hilang. Alasannya, selain Sebab pemikiran dan cita-cita khilafah yang sudah mengakar, tersedianya Jaringan dan media sosial menjadi ladang subur Untuk pergerakan HTI.
Beda halnya Di keputusan hukum yang sifatnya konkret, militansi kader HTI yang terbentuk Di ideologinya sangat sulit Untuk dihilangkan. Pemikiran inilah yang mampu bertahan walaupun penggagas awalnya sudah lebih dulu tutup usia. Ideologi tidak sama Di manusia, ia tidak bisa dihalangi Dari tempat atau waktu, dan Sebab itu ideologi Memperoleh resistensi tinggi Untuk mempertahankan kehadirannya, serta mampu menyebar Di seseorang Ke yang lainnya.
“Ideologi khilafah digelorakan Dari HTI, seolah mampu menjawab persoalan yang ada Ke Indonesia. Sama Di ideologi lain Ke umumnya, khilafah secara pemikiran tidak Akansegera bisa benar-benar hilang. Taqiyuddin An-Nabhani sebagai penggagas ideologi ini memang sudah wafat, tapi pemikirannya masih bisa kita temukan dan Malahan mampu mempengaruhi generasi muda Indonesia,” kata Dr Amir dikutip, Selasa (9/7/2024).
HTI sebagai suatu pergerakan juga Memperoleh proses penggalangan atau pendekatan Di lapisan Komunitas tertentu, khususnya generasi muda. Ini dilakukan Untuk memastikan ideologi khilafah Akansegera terus bertahan walau zaman berganti. Proses penggalangan ini biasanya diawali Di mengemukakan narasi yang Di trending sesuai Di waktunya.
Misalnya, ketika Nilai Mata Uang Idr menurun, HTI dan jaringannya Akansegera melempar propaganda bahwa Indonesia gagal secara ekonomi. Ujungnya pun sudah bisa ditebak, mereka Akansegera menjual khilafah sebagai solusi universal seluruh permasalahan Indonesia. Simplifikasi ini hanyalah gambaran semata, yang suka atau tidak, ternyata efektif Menarik Perhatian animo sebagian Komunitas Untuk bergabung Di perjuangan HTI.
“Mereka (HTI) Memperoleh Konsep tafa’ul ma’al ummah yang berarti ‘mendekatkan diri Ke Komunitas’. Bahan interaksinya pun sebenarnya bisa Di mudah kita temukan Ke Jaringan. Mereka Akansegera menyoroti citra atau Topik negatif pemerintah Indonesia, lalu mengemasnya sebagai salah satu alasan kenapa sistem khilafah diperlukan,” katanya.
Ia menyebut organisasi terlarang seperti HTI dan FPI (Front Pembela Islam), sudah biasa berganti nama sebagai upaya Untuk menghilangkan jejak. Walaupun demikian, jaringan seperti ini sebenarnya punya lingkaran pergaulan yang bisa dilacak. Bergantinya nama atau terpecahnya organisasi radikal seringkali tidak dibarengi Di rotasi kader yang baik, Agar nama-nama lama kembali muncul Ke organisasi yang Terbaru.
Dr Amir yang juga sebagai Direktur Amir Mahmud Center ini mengatakan, kelompok radikal telah banyak belajar Di kegagalan mereka diterima Dari Komunitas luas. Maka Di itu, pola pendekatan para kelompok Di ideologi transnasional menjadi lebih humanis dan terlihat bersahabat Di warga. Contohnya kelompok Jamaah Islamiyah (JI) yang beberapa tahun belakangan mulai Di lihai membaur Di lingkungan tinggalnya.
“Kelompok JI bisa masih aktif dan eksis Ke Di Komunitas Sebab mulai menghaluskan pendekatannya. Mereka mulai Melakukan santunan Di warga Disekitar, serta mengikuti kegiatan kerja bakti yang rutin dilakukan Ke beberapa Daerah. Sekilas, apa yang mereka lakukan ini adalah hal yang baik, Akan Tetapi perlu diingat bahwa perbuatan ini didasarkan Ke ideologi mereka yang sudah mengakar dan kebutuhan Akansegera eksistensi Di ideologi itu sendiri,” katanya.
Dr Amir Mahmud berharap Indonesia bisa tetap kuat Di berbagai upaya destabilisasi yang gencar dilakukan, khususnya Di kelompok dan jaringan teror. Umat Islam Ke Indonesia sudah sepatutnya bersyukur Sebab bisa dinaungi Dari Pancasila dan UUD 1945 Di menjalani kehidupan sebagai warga Negeri dan umat beragama.
“Marilah kita mempertaruhkan dan memperkuat jiwa kita Di NKRI ini. Harapannya, Akansegera muncul kedamaian serta ketenangan yang kita harapkan sebagai rakyat Indonesia. Dunia internasional sebenarnya sudah menjadikan Indonesia sebagai role model kehidupan Komunitas Di beraneka latar Di. Jangan sampai NKRI ini diobok-obok, dirusak Dari para pendatang yang seringkali mengglorifikasi simbol keagamaan, nasab, dan sebagainya. Negeri Indonesia bukan milik suatu kaum saja, tapi milik seluruh rakyat Indonesia Di Sabang sampai Merauke, yang setia Ke konsensus bernegara,” katanya.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Waspadai Ideologi Transnasional Ancam Keutuhan NKRI