Jakarta, CNN Indonesia —
Ide penghapusan insentif Iuran Wajib Sebagai Mobil Listrik (EV) Ke Amerika Serikat (AS) memicu Penilaian Di sejumlah kelompok industri Kendaraan Pribadi dan lingkungan.
Langkah ini dinilai merugikan produsen Di negeri dan justru memberi celah dominasi China Di industri Mobil Listrik Dunia.
Aliansi Politik Electrification Coalition, kelompok advokasi transisi Mobil Listrik Ke AS, menentang keras RUU versi Senat yang Akansegera mengakhiri insentif Iuran Wajib sebesar US$7.500 (Rp122 juta) Sebagai pembelian dan sewa Mobil Listrik Terbaru, serta insentif US$4.000 (Rp65 juta) Sebagai kendaraan bekas. Jika disetujui, insentif ini Akansegera resmi dihapus mulai 30 September 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Merangsang sebagian besar Penanaman Modal Di Negeri Pabrik Bangsa Ke titik kritis ini Akansegera mengibarkan bendera putih Kegagalan, menyerahkan kendali masa Didepan transportasi kepada China,” kata pernyataan resmi Electrification Coalition, dikutip Di Reuters.
Mereka mendesak Wakil Rakyat AS menolak usulan ini Untuk kepentingan nasional.
Nada serupa disuarakan Calstart, lembaga nirlaba yang berbasis Ke California dan mendukung transportasi bersih. Mereka menyebut langkah Senat Berpeluang melemahkan penciptaan lapangan kerja domestik dan menghambat daya saing Amerika Serikat Di persaingan industri kendaraan nol emisi.
Ke sisi lain, Aliansi Produsen Kendaraan Pribadi yang menaungi pabrikan besar seperti General Motors, Ford, Toyota, dan Mobil Volkswagen, justru mendukung RUU versi Senat.
Mereka memuji revisi klausul insentif produksi baterai yang membatasi keterlibatan perusahaan asal China Di rantai pasok Mobil Listrik, sekaligus melindungi sektor Pabrik Kendaraan Pribadi Di negeri.
Akan Tetapi, kekhawatiran tetap muncul Ke kalangan produsen. Ford Kendaraan Bermotor Roda Dua Co., misalnya, telah mengingatkan bahwa versi RUU Sebelumnya Itu Ke Wakil Rakyat Berpeluang mengancam proyek Penanaman Modal Di Negeri baterai senilai US$3 miliar (Rp48,6 triliun) Ke Michigan, yang kini telah 60 persen rampung dan ditargetkan mempekerjakan 1.700 pekerja.
Menariknya, selain soal EV, RUU Senat juga menyisipkan klausul yang dapat menguntungkan produsen Kendaraan Pribadi konvensional. Salah satunya adalah penghapusan Eksekusi Untuk perusahaan yang gagal memenuhi standar konsumsi bahan bakar (Corporate Average Fuel Economy/C.A.F.E).
Sebagai catatan, sejumlah pabrikan telah membayar denda besar atas Kartu Merah standar tersebut.
Stellantis, induk Di Chrysler, harus membayar Eksekusi senilai US$190,7 (Rp3,09 triliun) juta Sebagai periode 2019-2020, Ke luar denda hampir US$400 (Rp6,49 triliun) juta Sebagai Kartu Merah 2016-2019. Sambil General Motors juga telah membayar denda Disekitar US$128,2 juta (Rp2,08 triliun) Sebagai periode 2016-2017.
(job/fea)
Artikel ini disadur –> Cnnindonesia News: Insentif Dihapus, Kendaraan Pribadi Bertenaga Listrik Ke AS Bakal Kibarkan Bendera Putih?