Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Minuman Minuman – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia menegaskan sikap soal aturan Untuk menghilangkan identitas merek Untuk kemasan rokok. Foto/Dok
Berita Terkini, Kemenkes telah melakukan modifikasi Pada Rancangan Permenkes tersebut, Akan Tetapi tidak mengakomodasi masukan Untuk serikat pekerja dan tetap Mendorong klausul penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.
Ketua Umum FSP RTMM–SPSI, Sudarto AS Berkata, penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek merupakan Kartu Merah Pada Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Identitas merek yang telah Memperoleh sertifikat HAKI merupakan bentuk perlindungan hukum Ke pelaku usaha Untuk melindungi produk dan identitas mereknya.
“Kami kecewa Lantaran Kemenkes sama sekali tidak mau mendengarkan masukan dan terus memaksakan aturan restriktif Ke industri hasil tembakau. Perjuangan dan suara kami para pekerja yang terdampak langsung sama tidak Dikatakan dan diterima sama sekali,” terang Sudarto Lewat keterangan pers Ke Jakarta.
Sebelumnya Itu, FSP RTMM–SPSI telah melakukan Unjuk Rasa unjuk rasa dan akhirnya diterima Untuk Berbicara Ke kantor Kemenkes. Pihaknya sudah Menyediakan penjelasan Yang Berhubungan Didalam dampak yang Berencana dihadapi Dari pekerja tembakau jika penyeragaman Pada kemasan rokok diberlakukan.
Kemenkes tetap memasukkan pasal–pasal yang mewajibkan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Untuk rancangan terbaru, kemasan rokok seolah diperkenankan menuliskan merek dan mencantumkan logo. Hanya saja, identitas merek seperti huruf, warna, dan berbagai ciri khas lainnya diwajibkan Untuk diseragamkan Agar tidak ada pembeda Di satu merek Didalam merek lainnya.
Sudarto menegaskan, bahwa aturan ini sangat dipaksakan dan terburu–buru Untuk proses formulasi, terlebih Pada pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang Mutakhir dilantik beberapa hari ini. Aturan kemasan rokok tanpa identitas merek ini tidak hanya mengancam industri rokok, tetapi juga Ke sektor tembakau yang berkaitan mulai Untuk hulu yaitu petani tembakau dan cengkih serta pekerja, hingga hilirnya yaitu pedagang ritel.
“Aturan ini menimbulkan polemik dan tidak sesuai Didalam Asta Cita Prabowo-Gibran yang mencanangkan target Perkembangan ekonomi Ke 8%, hilirisasi industri, dan penciptaan lapangan kerja Lantaran aturan ini justru Berencana menekan ekonomi sektor pertembakauan hingga ancaman pemutusan hubungan kerja (Pengurangan Tenaga Kerja) yang besar,” Sudarto.
Sudarto menyayangkan, aturan ini jauh melenceng dan tidak sesuai Didalam mandat Undang-Undang Keadaan Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keadaan (Undang-Undang 17/2023) khususnya Yang Berhubungan Didalam penerapan graphic health warning (GHW) sebesar 50% Ke kemasan rokok.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Serikat Pekerja Tembakau Kembali Suarakan Tolak Bungkus Rokok Polos